Official Site: Home | Trailers | Gallery | Reviews



Westernized? Easternized? Whatevah.

"another movie of yours to be misunderstood..." --- Hera

Sahabat terdekat saya ini benar sekali. Sehari setelah blog ini muncul, saya menerima beberapa SMS yang memberitahu saya kesan pertama mereka tentang Dead Time. Secara seragam mereka bertanya kenapa judulnya mesti dalam bahasa Inggris, kenapa posternya memberi kesan bahwa film ini akan kebarat-baratan (mengingat ada manhole di jalan dan orang memakai long coat). Sebenarnya gambar background di blog ini bukan poster Dead Time. Sekedar image untuk menggambarkan feel film ini. Tapi saya yakin, nanti saat film ini dirilis, akan banyak komentar yang mengatakan bahwa film ini kebarat-baratan.

Terus terang, saya agak geli setiap kali ada orang Indonesia yang memprotes sebuah film Indonesia karena "kebarat-baratan". Jawaban saya selalu "why not?". Saya pernah meng-google komentar dan review atas beberapa film Hollywood termasuk Kill Bill dan Matrix. Tidak ada satupun yang memprotes film-film ini sebagai film yang "ketimur-timuran" padahal jelas sekali mereka mengambil banyak elemen dari film-film laga Asia. Saya nggak bisa memberikan jawaban yang scientific untuk fenomena ini. Mungkin bangsa kita terlalu nasionalis (atau regionalis? Belahan-bumi-is?). Mungkin propaganda para penguasa jaman dulu untuk mencurigai setiap budaya luar sudah terlalu jauh masuk ke dalam kepala kita. Saya sendiri lebih percaya pada John Lennon dan mengamini bangsa-bangsa timur me-westernized dan bangsa-bangsa barat meng-easternized sampai akhirnya kita ketemu di tengah-tengah. Imagine that.

Saya sering bingung kalau orang menuntut film buatan filmmaker Indonesia harus mencerminkan budaya Indonesia, seperti yang digembar-gemborkan para juri Festival Film Indonesia 2005. Ini karena saya sudah tidak tahu lagi yang mana yang bisa disebut budaya asli Indonesia. Mungkin saya harus membuat film tentang korupsi, dan kecenderungan untuk memaksakan kehendak dengan kekerasan (premanisme). Kalau ini adalah budaya orang Indonesia, berarti Dead Time adalah film yang Indonesia banget.

Tapi yang paling penting, bagaimana dengan kebebasan berekspresi dalam seni kalau banyak rambu-rambu yang tidak masuk di akal yang harus kita patuhi? Rasanya pada saat menyetir di jalan tol, tiba-tiba ada rambu yang bunyinya "Sewaktu menyetir dilarang bersiul".

Kalau saya bilang, filmmaker atau seniman apapun harus bebas berekspresi menurut pemikirannya, yang dibentuk dari hal-hal yang paling banyak mempengaruhi hidupnya. Yang paling penting adalah storytelling. A good movie is a good movie (sebaliknya, a bad movie is a bad movie) terlepas dari apapun style-nya.

------------
Film-film menarik untuk diintip:
1. Tears of the Black Tiger (Film Koboi Western produksi Thailand)
2. Seven Samurai (Film Samurai gaya Western karya Akira Kurosawa yang nantinya di-remake oleh Amerika. Isn't ironic, Alanis?).

Posted by Joko Anwar 11:17 PM  

9 Comments:

  1. Rivergaia said...
    yah intinya .. open-mind ya sodara2 ..
    pertanyaan yang sama ke email saya selalu ..
    "kenapa sih Jazz identik sama musik kalangan atas?"

    -banting2 ayam-
    ninit said...
    yup! why not... :)
    Enda Nasution said...
    “To be great is to be misunderstood.” --Ralph Waldo Emerson

    There, I contribute a quote hehehe.
    Joko Anwar said...
    "...dah pinter waktu bikin janji joni, masa sekarang nggak bisa?! pasti bisa." - yang terlupakan.

    Baiklah, Mama. Sabar ya. Posternya belum ada.
    bintang said...
    aku pikir "air ajaib" itu yang bakal jadi film kedua-nya, mas, seperti yang diceritain secara berdebu-debu di depan gambarnya andy warhol. tapi, tetep, harus sabar sebelum bisa nonton. pastikan ya, ikutan festival di sini! cheers!
    Gagah Putera Arifianto said...
    tahu nih...sekarang kayaknya makin banyak orang-orang yang otaknya kecil, yang pemikirannya bahwa dunia itu rata. Segala hal yang a itu bagus, yang b jelek. Padahal bagaimana dengan C? Bukankah tuhan menciptakan manusia berbeda-beda makanya harus bersatu?

    Kalo soal film, gw dukung banget mas Joko! Karena menurut gw ma Joko filmnya paling keren dan paling "beda" dari filmmaker2 yang lain. Keep Your Spirit Up! ^_^

    BTW, kemaren malam nonton ajang ajeng, ternyata directornya mas Joko Anwar.Ampe ngakak....
    Pipit said...
    Yang paling penting adalah storytelling. A good movie is a good movie (sebaliknya, a bad movie is a bad movie) terlepas dari apapun style-nya.

    Setuju sih...tapi kenapa ya, aku suka Seven Samurai tapi sebel ama Magnificent Seven -- padahal ceritanya bisa dibilang sama toh?
    Ariani Darmawan said...
    Kalau saya ngebayangin dari segi arsitekturalnya asik ya. Tapi belum kebayang settingnya, west or east? Watdehell!
    Anonymous said...
    Upi:

    Hi boooo!!!

    Gw sebagai satu geng cemen sama lo, hehe.., gw baru baca blog lo ini. Dan gw setuju bgt sm komentar lo soal film indonesia yang dibilang kebarat-baratan. What the fuck lah! (sok barat gak gw ngomong gitu?) Secara film gw selalu dibilang kebarat2an! Gw jg sama bingungnya kl bikin film musti yg berbudaya Indonesia. Gw cuma tau bikin film yang gw suka dan gw mau. Gw tetep orang Indonesia kok walopun gw sehari2 gak pake beha nenek, kebaya, dan kondean. Tp kalo gw ngedirect cm pake beha nenek lucu jg kali ya, bo!

    Udahlah bo, bikin film mah bikin aja! Terlalu byk aturan mlh ngehambat kreativitas kita! Just do our best!!

    Hidup geng cemen!!!

Post a Comment